NAPAK TILAS DI GUNUNG SAWAL
Minggu
agi sekitar jam 05.30 aku dan teman taman segroup berangkat menuju kota
sebrang. Kijang merah marun yang kami tumpaki mengiringi perjuangan
yang akan kami tempuh dalam perlombaan yang di adakan oelh SMA 2
Tasikmalaya. Sorak sorai kegembiraan tergambar di wajah setiap
insan.Tanpa terasa akhirnya kami sudah tiba di tempat tujuan kami.
Keadaan gedung yang bertingkat 2 dan gerbang yang seolah akan menyambut
kami bertengger di perbatasan antara jalan dan halaman sekolah. Kami
melanggakah ke dalam dan didalam sana kami di sambut oleh yang mempunyai
hajat dengan senyum ramah khas orang sunda dan memberi ucapan wilujeng
sumping.
Di teras depan kami duduk sambil menunggu para peserta
yang berhamburan datang. Hilr mudik yang tak terbendung menambah suasana
yang ramai oleh orang orang yang berkepentingan. Akhirnya tepat jam
07.00 kami semua di kumpulkan di sebuah halaman yang seluas lapangan
basket. Disana kami semua pera peserta dan juga panitia berlebur menjadi
satu dalam barisan yang rapi. Suara dari wanita cantik yang memandu
dalam upacara tersebut menjadi pembuka upacara sekaligus lomba tersebut.
Dengan memukul goong dari salah satu panitia atau juga pemilik sekolah
menadi orang yang membuka acara tersebut.dan yang paling membuat geli
adalah seekor kambing ikut dalam upacara pembukaan tersebut. Kemudian
hal aneh juga terjadi sehabis upacara tersebut sekelompok peserta yang
baru datang membuat semua mata tertuju padanya dan menjadi perhaatian
semua orang. Adalah dengan baju yang terbuat dari karung goni mereka
kenakan dalam acara lomba tersebut dan membawa sebuah guling yang di
sematkan di bahu mereka sehingga membuat kelucuan di sana.
Tibalah bagi kami di panggil setelah usai upacara pembukaan tadi dengan nama kelompok kami yakni GUPPI BOY
sekitar jam 07.15 dan kami harus mengisi waktu yang akan ditempuh untuk
menempuh perjalanan. Tiga jam setengah itulah waktu yang kami pilih,
mengingat waktu tersebut adalah lama yang paling lama dari yang lain
mengingat jalan yang akan kami tempuh sangat jauh sekitar ± 12 km.
sebelum kami berangkat bersama group lain kami berdoa supaya selamat di
perjalanan dan tuhan selalu melindung kami di perjalanan.
Bendera
dari tongkat pun diangkat menandakan bahwa perjalanan group putaran 1 di
mulai, kami pun lari kecil supaya kami dahulu sampai tujuan. Setelah
itu kami harus melewati sungai yang agak besar dengan bebatuan yang
terhampar. Kami melewatinya dengan meloncat akan tetapi salah satu dari
temankami terpeleset mengingat semalam sungai tersebut meluap deras
sehingga batu batu yang kami pijaki agak sedikit licin. Kami membantu
teman kami yang terjatuh, kemudian kami melanjutkan perjalanan kami
walaupun kami tertinggal dari teman teman dari putaran 1 itu.
Sudah
setengah jam kami melakukan perjalanan dan tempat pertama yang kami
tinggalkan sudah tidak tercium baunya dan tak terlihat menandakan kami
sudah jauh dari tempat asal tersebut namun kami harus melewati jalan
jalan yang sangat jauh dan tinggi. Setelah melewati sungai yang licin
kini kami melewati pemukiman warga yang menatap kami penuh kecurigaan
dan keanehan. Saat kami di permukiman kami tersesat bersama ygroup yang
lain kami pun bertanya pada penduduk yang berada di sana dan ternya ta
kami memang salah rute yang harusnya melewati rel kereta api kami malah
lurus menyusuri dan akhirnya kami harus kembali lagi dan melewati rel
kereta api . dengan kecemasan yang segudang takut kami terringgal jauh
dan aa kereta api yang lewat sehingga kami pun terburu buru dengan
melanggahkan kaki lebih cepat dari yang tadi.akrihnya kami pun melewati
pos petama yang berada di pemukiman warga dan disana kami diberi kertas
yang berisi pertanyaan yang sangat susah karena kami tidak mengetahui
jawaban dari beberapa pertanyaan tersebut . sambil berjalan kami mengisi
jawaban tersebut tanpa dipikirkan apa jawaban yang benar karena kami
ingi mendahului teman kami dan memburu waktu yang hay tiga jam setengah
yang kami punya.
Setelah melewati pos pertama yang berada di
permukiman, dan mengisi soal soal di perjalanan , tanpa disadari kami
sudah berada di kaki gunung hanya saja masih berada di pemukiman namun
semakin kami maju maka rumah rumah yang bertengger mulai jarang dan
tidak menemukannya lagi yang adan hanya pohon pohon yang melambai lambai
oleh angin yang kencang. Memasuku kaki gunung yang sesungguhnya
suaananya mulai dingin dan agak sedikit gelap oleh rerimbunan pohin yang
menjulang tinggi dan ini adalah titik awal dari rintangan yang berat
yang akan kami tempuh.
Disini kami terus berjalan menyusuri tanda
panah yang menjadi petunjuk, kami mengelilingi gunging sawal yang
sesungguhnya dan harus menuju puncak kemudian turun kembali. Pepohonan
yang menemani dan suara tonggeret yang membisingkan telinga yang nyaring
memecahkan suasana mistik disana dan jalan setapak yang disediakan
yang hanya bias dilalui oleh satu orang sehingga kami harus berjajar dan
pelan pelan menapakinya. Dan di sebelas sisi kari jurang yang siap
melahap kami dikedalamannya jikalau kami terjatuh sementara di sisi
kanan tebing dengan pepohonan yang menjulang di setiap gerak langkah
kami tanpa jeda.kami mau tidak mau harus terus berjalan sambil berteriak
memanggil teman taeman kami yang berada di belakang yang memang pada
saat itu hany ada kelompok kami saja sementara kelompok yang lain berada
di belakang , karena ini adalah setengah perjalanan dan kami sudah
menghabiskan waktu 2 jam untuk melewati tahap ini dari awal tadi dan ini
adlah perjuanagn kami untuk membesarkan nama sekolah kami . akhirnya
kami pun sampai di puncak dan kami harus melanjutkan perjalanan terus
mengintari lagi sehingga kami berhentidi titik tertinggi dimana di bawah
adalah jurang yang di warnai oleh hijaunya tumbuhan dari tanaman yang
di tanam oleh warga atau petani disana. Sementara di sebrang sana gunung
yang hijau tersenyum oleh rona hijau yang cerah dengan sang surya yang
menyinari alam ini sehingga member warna dalamkehidupan kami. Kami pun
menghelakan napas den berbaring di antara rerimbunan rumput, dan kami
membuka kantong kami dan ternya perbekalam kami sudah habis saat di
perjalanan tadi dan hanya keikhlasan yang mengobati kehausan kami juga
pemandangan yang indah sambil mengucapkan syukur dan bertafakur sungguh
besar kekuasaan Tuhan ini.
Setelah menghelakan napas dan kami
turun dengan sedikit terguling gulung akibat kemiringan tekstur tanah
yang kami lewati, kami menghampiri pos yang ke2 . disini kami di Tanya
apa da yang mesti di bantu yang memang disana sudah disiapkan dari PMI
dan PMR SMA 2 Tasikmalaya. Tapi tidak ada satupun diantara kami yang
terluka sehinnga kami melangsungkan perjalanan kami dengan sedikit lari
kecil .
Akhirnya disinilah saat di permukiman warga di jalan kami
mulai merasakan kesakitan kami sehingga rasanya kami tidak mapuh
melanjutkan perjalanan kami. Satu persatu mengeluh karena kecapean
tetapi saya memberikan semangat agar kita jangan sampai menyerah dan
kalah dari yang lain. Di sudut rumah terlihat gelas yang basah juga teko
yang besar dan kami pun bermaksud untuk meminta ijin agar kami diberi
sedikit air saja untuk melepaskan dahaga yang sudah kami tahan dari jauh
dan seakan tenggorokan kami kering seolah terasa di padang pasir. Kami
pun di beri ijin walaupun sisa di teko tersebut tidak cukup untuk 6
orang tapi kami berbagi sedikit dan yang tersisa hany dua gelas yang
tidak terlalu penuh. Dan akhirnya kami harus berbagi walaupun tidak puas
apa yang kami terima karena dalam bayangan kita akan melepaskan dahaga
tersebut pupus dengan 2 gelas saja. Sedih memang sedih tapi inilah
perjuangan kami ketika ketenaran sekolah di pertaruhkan karena baru kali
ini kami melakukan perlombaan dengan yang lain walaupun kami sudah
pernah satu kali mengikuti hal serupa sehingga kami tidak kaget lagi
denga keadaan tersebut. Dengan rasa tidak puas dan penuh kekecewaan kami
melanjutkan perjalanan. Dengan terpontang panting dan rasa yang tidak
karuan tercampur cape dan letih seakan kami berpikir tak mampuh
meneruskan perjalanan ini dan serasa akan pingsan di tengah jalan
bersama sama tanpa ada yang menemukan kami.
Terdengar sorak sorai
lagu yang mengelu elukan sebuah group kami pun lari dan dengan penuh
semangat menghampirinya. Akan tetapi kami ditahan oleh salah satu
panitia dan menyuruh kami untuk menunggu setelah group lain selesai.
Kami pun menunggu sambil beristirahat panjang. Dan disinilah pos yang
terakhir, yang sebentar lagi kami akan mengakhiri perjalanan kami yang
panjang dan penuh perjuangan. Kami pun di panggil dan disini kami
lepaskan semua beban dan capek yang dilebur dengan sebuah nyanyian sunda
yang mengelu elukan kelompok kami. Akhirnya setelah selesai kami
melanjutkan lagi dan rasa capek dan lelah serta kehausan terobati dengan
nyanyian tersebut.
Tibalah kami disebuah lapangan denga keramaian
yang gaduh. Kami menghampiri panitian sebelum kami beristirahat sambil
lapor dan di beri sebuah bingkisan pelepas dahaga. Tanpa berpikir
panjang seusai lapor kami menggeletakan diri di tanah tersebut dengan
tidak memperhatikan yang lain. Akhirnya perjuangan panjang kami selesai
juga. Walaupun masih ada satu yang masih menjadi penasaran yakni pemenag
dari perlombaab tersebut.
Inilah perjuangan kami untuk sekolah
tercinta kamii dengan visi supaya sekolah kami juga tidak di pandang
sebelah mata dan lebih bisa di kenal oleh orang lain terutama di luar.
Walaupun kami tidak bisa mendapatkan piala yang menjadi kebanggaan
tersebut tetapi kami senag karena rasa kebersamaa dan saling memiliki
terasa kental disini. Dan ini adalh pengalaman berharga yang tidak
mungkin kami lupakan karna mengingatkan akan kebesaran Tuhan Yang Maha
Esa. Denga segala ciptaanya. Terakhir kami mengucapkan syukur karena
kami selamat di perjalanan sehingga kami bisa terus merasakan nikmat
yang telah Tuhan berikan.
Jumat, 11 Januari 2019
Dilema 60 Ribu
Dilema 60 Ribu Rupiah
Pendahuluan perjalananku
Matahari begitu menyengat seakan keganasan dari pancarannya menjadi. Tepat di atas kepala yang perlahan bergeser ke barat mentari selalu menemani dalam setiap langkah hidupku. Kapan dan di manapun keceriaan nya selalu hadir dengan warna yang kontras dan kilauannya yang terang benderang seakan mewarnai hidup setiap insan di dunia yang penuh dengan problematika dan dilema yang tidak kunjung usai, dan mungkin hingga dunia ini telah menua dan sang pemilik-Nya menghendaki untuk menghancurkan bumi dan segalanya.
Bergegas aku berjalan menyusuri jalan berlapis tembok diatas tanah yang hitam kemerahan, setelah usai persiapan untuk hal yang menurutku sangat mulia. Meski kala itu matahari yang selalu menemaniku kurang bersahabat seakan kemarahan yang terpancar dari sinarnya yang membakar kulit mulus ku itu. Namun hal itu tidak mengurungkan niatku untuk terus berjalan demi sebuah tugas yang harus aku jalani.
Setibanya di ujung jalan tersebut aku langsung bertandang di sebuah bangunan yang tidak berpenghuni. “Pos ronda” itulah nama sebuah tempat yang aku singgahi karena aku akan menunggu jemputan yang lewat menghampiriku. Setelah beberapa menit mungkin kurang lebih 30 menit tibalah mobil carry putih yang bernomorkan 08 yang sering menjemputku setia aku membutuhkan. “Huuh…. Akhirnya tiba juga mobil jemputanku”. Mobil ini adalah milik kami bersama yang mana setiap penumpangnya ada dari kampung tempatku asal atau orarang sebrang yang kebetulan lewat atau juga para pedagang yang menbawa setumpuk ember isi tahu siap jual dan para ibu ibu yang senag belanja ke pasar. dDi mobil inilah kami berkumpul baik yang akau kenal atau yang tak aku kenal sekalipun. Sementara aku saat itu hanya mendengarkan orang saja yang gaduh dengan cerita kehidupannya juga merasakan kengeria saat mobil ini melesat maju menyusul rekannya yang hanya satu jengkal saja jarak anatara mobil yang aku tumpangi dengan sebelahnya. “Huuuuuuuuuuuh dasar sopir edan bawa mobil kebut kebutan mana jalan kescil lagi, aduh bang rejeki gak bakal kemana pake nyosor segala lagi “, seorang ibu setengah baya berkata dengan nada marah dan ketakutan.memang perjalanan yang melelahkan dan menegangkan setiap menaiki mobil jemputan inikarena supir seoalah tidak ingin kalah dan merasa miliknya jalanan ini.
Sang bapak guru muda
Setelah merasakan ketegangan dengan kecepatan penuh di dalam mobil itu, akhirnya tempat tujuanku terlihat tidak jauh. “kiri bang “ memberhentikan mobil sambil memberikan imbalan untuk pengganti bahan bakar dan tanda jasanya.turunlah aku dengan perlahan dan melangkah sambil menyoran tas hitam kesayangan ku yang setia menemani kemanapun aku pergi.
Setelah berapa langkah aku berjalan aku disambut oleh anak anak mumngil yang ceria dengan tawa dan suara yang nyaring. “Bapak- bapak” mereka memanggilku sambil memegang tanganku dan di ciumnya untuk menandakan bahwa mereka berbakti dan menghormati orang yang lebih tua dari mereka. Dan mungkin itu juga adalah sebuah budaya yang selalu turun temurun atau hokum alam yang tak tau kapan dan dimana asalnya. Tapi itu adalah sebuah penghormatan dari mereka dank au juga harus dan mesti menghargai dan menghormati mereka.Mereka dalah anak anak yang sangat pintar dan akan menjadi penerus aku mungkin dimasa mendatang dan akan mengubah dunia dengan tangan mereka sendiri dan mungkin akan menjadi lebih baik lagi dari massa yang sekarang. Perasaan itu muncul bersamaan dengan senyuman dan teriakan yang membisisngkan telinga seorang bapak muda yang tidak pernah menyangka sebelumnya akan di panggil bapak. Dan sebenarnya panggilan dan tugasku itu terlalu barat sekali apalagi panggilannya yang membuat rancu di telingaku , karena aku kurang suka dengan sebutan itu entah mengapa sebabnya tapi ya……. Mau gimana lagi itu sudah menjadi ketentuan dan aturan di dalam masyarakat sebutan tersebut harus di ucapkan dari mulut anak didiku yang sangat manja.
Setelah beberapa saat dari kedatanganku dating pula seorang wanita tinggi semampai dengan hiasan jilbab yang mempercantiknya. Dan saya pun member salam kepadanya karena memang dia lebih tau dari aku mungkin sekitar 8 tahun dari umurku. Selanjutnya seperti biasa kami dan anak didik kami mebacakan ayat ayat yang menjadi permulaan proses belajar mengajar. Denga suara yang gaduh mereka membacakan doa doa agar apa yang mereka cari atauilmu ynag mereka cari bias bermanfaat di kemudian hari, jaga mereka mendoakan agar di beri keselamatan baik untuk mereka sendiri atau pun kedua orang tuanya. Pada saat bersamaan pun sebagian dari mereka tidak mengikuti bacaan bacaan tersebut malah membuat keributan denga membuat menangis teman di dekatnya. Aku pun menghampiri orang yang berbuat nakal sementara ibu saadah menghampiri anak yang menangis dan bermaksud untuk menenangkannya supaya tidak menangis lagi, dan aku memisahkan anak tersebut karena anak tersebut terus saja menyerang anak perempuan. “ kenapa kamu nakal nak , dia kan perempuan sementara kamu laki laki jadi kamu tidak boleh nakal apalagi pada perempuan kamu mengerti nak “ aku berkata sambil mengusap kepala sambil duduk dan memeganginya takut dia menyerang kembali.
“Aku tidak mau sebangku sama dia dia nakal, aku pinjam pulpen saja tidak di beri pak guru” , jawab anak tersebut dengan manja.
“Ohhhhhhhh tapi kamu tidak boleh ye, sekarang kamu baikan sama dia ya”, jawab ku sambil menasihati dia.
Tiabalah saatnya kami para guru memberi pelajaran kepada muri murinya. Akan tetapi sebelumnya kami membagi kelas dulu karena ada yang sudah Sd dan yang belum masuk sekolah sama sekali mungkin umur mereka sekitar 3-5 tahun. Dan untuk anak anak di bawah SD adalah bagianku mentransfer ilmu.
Sebenarnya masalah agama aku tidak cukup pintar Karena aku sering melewatkan pelajaran pelajarn tersebut sewaktu aku duduk di MTs maupun di Aliyah. Dan aku kurang memperhatikan nya tapi itu sangat penting sekali karena pelajarantersebut di praktekan langsung dalam kehidupan aku baik secara pribadi maupun secara bermasyarakat. Aku sangat menyesal sekali . perasaan itu muncul ketika aku member pelajaran tentang keEsaan Tuhan dalam pelajaran akidah ahkak. Sementara apa yang aku ajarkan itu adalah dasar untuk mempelajari bacaan al quran.
Pada saat mengajar anak anak tersebut sangat tidak mudah, karena kita harus mempunyai ilmu komunikasi dan mesti tahu bagai mana menangani kenakalan anak anak tersebut. Benar saja saat aku menerangkan dengan kelebayan aku terhadap anak anak tersebut daan dengan senyuman yang selalu melebarkan bibirku pada anak anak tersebut masih saja ada beberapa anak yang hilir mudik kesana kemari tidak memperhatikan ku, sungguh membuat geram diriku akan tetapi mereka adalh seorang anak kecik yang belum tahu apa apa yang mereka tahu adalah bermain, dan melekukan apasaja yang membuat mereka senag tidak tahu salah atau benar membahayakan atau tidak. Tpi dengan sabar dan penuh senyuman aku menghampiri mereka yang bermain main saat pelajaran . sungguh ini adalah cobaan yang sangat berat yang mana aku harus menghadapi anak anak yang penuh imajinasi yang bertindak tanpa dipikirkan. Juga sangat aktif yang membuat kewalahan sekali. Akhirnya pelajaran pun tidak bias aku kasih Karena waktunya tersita oleh mereka yang bermain main.
Setelah memberikan pelajaran yang tidak kunjung selesai dari beberapa hari yang lalu, kini bagian membaca iqro. Suasananya pun seperti biasa ,mereka bebas melakukan apasaja sesuka mereka.ada yang membuat gaduh ruangan, teriak teriak tidak karuan, ada yang membaca iqra, atau diam seribu bahasa tanpa keluar satu kata pun dari mulut mungilnya yang merah merekah atau juga tangisan dari anak yang ditinggal ibunya juga ingin jajan. Keadaan ini terus berlangsung tanpa ada yang mau merelainya, yam au gimana lagi itulah tingkah mereka. Aku hanya bias melihat karena aku juga pernah dan melakukan hal yang sama saat aku masih kecil dulu.
Akhirnya suasanay ini akan berakhir juga. tibalah saat penghujung , mereka para murid disatukan seperti semula kembali. Doa doa dipanjatkan kembali. Sesudah itu sunyi lah ruangan yang tadi semraut dan gaduh tersebut. Sebelum mereka pulang tidak lupa mereka member salam dan seperti biasa mencium tangan para guru guru suatu bentuk penghormatan.
Sebelum aku meninggalkan tempat ini kami berkumpul. Dan aku tidak mengerti karena aku baru sebulan dan hari ini adalah tenggal 3. Sempat aku bertanya Tanya dalam hatikun
“aduh ada apa yeeeeee……….” , aku berbicara dalam hati dengan sedikit cemas.dari pembicaraan tersebut mengejutkan sekali, karena yang di bahas adalah hasil pendapatan bulah kemari yang akan di bagikan pada kami semua.
“ laporan hasil pendapatan bulan kemarin sekitar 320.000, kan di bagikan pada guru guru dan sisanya akan di pake buat uang kas jika nanti ada pengeluaran yang tak terduga atau kebutuhan lain” tugas guru pengelola keuangan.
“Bapak deni mungkin hanya seginni kami bisa menggaji bapak besar kecilnya mudah mudahan bermanfaat ye, ini bukan lah gaji melainkan uang buat jajan, karena kami tidak bisa menggaji sebagai mana selayaknya jadi mohon ini diterima”, kembali berkata sambil memberikan uang dan amplop berwarna putihnya padaku.
“Oh makasih bu, saya juga mengerti kok bu dengan keadaan ini.”membalas perkataan ibu sambil tertunduk kepala.
“Ya udah kalau mau pulang silahkan dan hati hati di jalan ya……”. Kembali ibu itu berkata sambil mendoakanku.
“ oh iya bu makasih banyak ya”, sambil memasukan uang yang aku terima ke dalam amlop.
Rasa senang yang pada akhirnya mendapat gaji juga walaupun tidak banyak atau tidak memenuhi standar untuk hidup, akan tetapi rasa bangga menghampiri hati ini karena kerja keras atas jasa yang telah aku berikan .dan dengan senyum yang lebar yang merekah di bibir ini dan menyimpan baik baik uang yang telah aku terima itu ke dalam tasku dengan tanpa melepaskan peganganku pada tas tersebut takut terjadi hal yang diinginkan aku menyebrang jalan besar. Hingga akhirnya aku menyusuri jalan yang berliku dan bertitik di sebuah jalan menuju pulang, kemudian aku menyebrang kembali sambil menunggu mobil jemputanku itu.setelah beberapa menit tibalah mobil yang aku tunggu, sembari memegang tas yang aku sayangi dan uang yang sangat berharga lebih dari nyawaku karena separuh hidup aku gantungkan pada jasa ini aku melangkah dan duduk diam di kursih yang sudah disediakan untukku.
Dilema ini
Hari yang akan cerah menyambut pagi yang indah namun mega masih diselimuti awan hitam yang mulaimemudar oleh cahaya matahari yang mulai tiba di sebelah timur. Namun ada sesuatu yang bising terdengar dalam telingaku ini, ibu yang aku sayangi dan galak memanggilku. “deni bangun ….”, sambil mengeraskan suara seakan menggemakan ruangan di rumah yang mungil ini. Akhirnya aku terbangun dengan agak sedikit mata yang masih kelihatan merapat .
“Ya bu ada apa………..”, aku menjawab.
“Tolong antarkan uang arisan ini ke bu wiwi,tapi duitnya kurang boleh minjam tidak”, ibu memberi perintah.
“Berapa kurangnya bu”, aku menjawab.
“25.000 ribu lagi”, jawabnya.
“Haaaaaah 25000, ohhh ya udah tar aku lihat ada tidak uangnya ya bu”,kaget sambil berpikir.
Setelah itu aku pergi ke kamar dan membuka tasku dan mengambil amplop putih berisi uang yang hanya 60.000 ribu saja.sambil berpikir kalau aku kasih 25.000 sisanya 35.000 ribusementara kebutuhan ku jau sekali dari jumlah itu. Rencananya aku mau beli bahan bahan sabun , karena aku akan mengumpulkan dan pada saatnya nanti aku akan berbisnnis sabun, terus sisanya aku pakai untuk uang ongkos. Selama ini ongkos aku sebagian minta dari orang tuaku, karena aku tidak punya duit buat ongkos.
Disisi lain aku harus membagi uang itu untuk ibu aku sendiri. Memang ini adalah sebuah pilihan yang sulit bagiku yang mana dengan gaji yang jauh dari cukup aku harus membagi dengan hal hal yang memang pentin. Aku adalah anak pertama oleh sebab itu beban kebutuhan keluarga yang kedua ada pada pundakku. Itu sebabnya ibuku minta bantuan walaupun tidak secara langsung yakni dengan cara meminjam, namun aku tau maksunya beliau adalah meminta.
Selama ini aku pergi mengajar hanya sewaktu aku punya onkos sajadan itu juga aku harus minta dari ibuku. Sementara ongkos yang aku perlukan pulang pergi sekitar 3 ribu jika di kalikan sebulan 30 hari maka ongkos yang aku perlukan sekitar 90 ribu. Namun gaji yang aku terima hanya 60 ribu dan aku harus membaginya dengan ibuku. Sungguh ini masalah yang sulit di pecahkan. Sambil berpikir dan memegang amplop putih aku melamun untuk memutuskannya.
Pada akhirnya aku harus mengalah dengan keadaan ini. Aku memberikan uang 25 ribu rupiah dan aku harus mengubur untuk pergi mengajar untuk satu minngu lebih juga menahan ambisiku menjadi pebisnis deterjen.
Pendahuluan perjalananku
Matahari begitu menyengat seakan keganasan dari pancarannya menjadi. Tepat di atas kepala yang perlahan bergeser ke barat mentari selalu menemani dalam setiap langkah hidupku. Kapan dan di manapun keceriaan nya selalu hadir dengan warna yang kontras dan kilauannya yang terang benderang seakan mewarnai hidup setiap insan di dunia yang penuh dengan problematika dan dilema yang tidak kunjung usai, dan mungkin hingga dunia ini telah menua dan sang pemilik-Nya menghendaki untuk menghancurkan bumi dan segalanya.
Bergegas aku berjalan menyusuri jalan berlapis tembok diatas tanah yang hitam kemerahan, setelah usai persiapan untuk hal yang menurutku sangat mulia. Meski kala itu matahari yang selalu menemaniku kurang bersahabat seakan kemarahan yang terpancar dari sinarnya yang membakar kulit mulus ku itu. Namun hal itu tidak mengurungkan niatku untuk terus berjalan demi sebuah tugas yang harus aku jalani.
Setibanya di ujung jalan tersebut aku langsung bertandang di sebuah bangunan yang tidak berpenghuni. “Pos ronda” itulah nama sebuah tempat yang aku singgahi karena aku akan menunggu jemputan yang lewat menghampiriku. Setelah beberapa menit mungkin kurang lebih 30 menit tibalah mobil carry putih yang bernomorkan 08 yang sering menjemputku setia aku membutuhkan. “Huuh…. Akhirnya tiba juga mobil jemputanku”. Mobil ini adalah milik kami bersama yang mana setiap penumpangnya ada dari kampung tempatku asal atau orarang sebrang yang kebetulan lewat atau juga para pedagang yang menbawa setumpuk ember isi tahu siap jual dan para ibu ibu yang senag belanja ke pasar. dDi mobil inilah kami berkumpul baik yang akau kenal atau yang tak aku kenal sekalipun. Sementara aku saat itu hanya mendengarkan orang saja yang gaduh dengan cerita kehidupannya juga merasakan kengeria saat mobil ini melesat maju menyusul rekannya yang hanya satu jengkal saja jarak anatara mobil yang aku tumpangi dengan sebelahnya. “Huuuuuuuuuuuh dasar sopir edan bawa mobil kebut kebutan mana jalan kescil lagi, aduh bang rejeki gak bakal kemana pake nyosor segala lagi “, seorang ibu setengah baya berkata dengan nada marah dan ketakutan.memang perjalanan yang melelahkan dan menegangkan setiap menaiki mobil jemputan inikarena supir seoalah tidak ingin kalah dan merasa miliknya jalanan ini.
Sang bapak guru muda
Setelah merasakan ketegangan dengan kecepatan penuh di dalam mobil itu, akhirnya tempat tujuanku terlihat tidak jauh. “kiri bang “ memberhentikan mobil sambil memberikan imbalan untuk pengganti bahan bakar dan tanda jasanya.turunlah aku dengan perlahan dan melangkah sambil menyoran tas hitam kesayangan ku yang setia menemani kemanapun aku pergi.
Setelah berapa langkah aku berjalan aku disambut oleh anak anak mumngil yang ceria dengan tawa dan suara yang nyaring. “Bapak- bapak” mereka memanggilku sambil memegang tanganku dan di ciumnya untuk menandakan bahwa mereka berbakti dan menghormati orang yang lebih tua dari mereka. Dan mungkin itu juga adalah sebuah budaya yang selalu turun temurun atau hokum alam yang tak tau kapan dan dimana asalnya. Tapi itu adalah sebuah penghormatan dari mereka dank au juga harus dan mesti menghargai dan menghormati mereka.Mereka dalah anak anak yang sangat pintar dan akan menjadi penerus aku mungkin dimasa mendatang dan akan mengubah dunia dengan tangan mereka sendiri dan mungkin akan menjadi lebih baik lagi dari massa yang sekarang. Perasaan itu muncul bersamaan dengan senyuman dan teriakan yang membisisngkan telinga seorang bapak muda yang tidak pernah menyangka sebelumnya akan di panggil bapak. Dan sebenarnya panggilan dan tugasku itu terlalu barat sekali apalagi panggilannya yang membuat rancu di telingaku , karena aku kurang suka dengan sebutan itu entah mengapa sebabnya tapi ya……. Mau gimana lagi itu sudah menjadi ketentuan dan aturan di dalam masyarakat sebutan tersebut harus di ucapkan dari mulut anak didiku yang sangat manja.
Setelah beberapa saat dari kedatanganku dating pula seorang wanita tinggi semampai dengan hiasan jilbab yang mempercantiknya. Dan saya pun member salam kepadanya karena memang dia lebih tau dari aku mungkin sekitar 8 tahun dari umurku. Selanjutnya seperti biasa kami dan anak didik kami mebacakan ayat ayat yang menjadi permulaan proses belajar mengajar. Denga suara yang gaduh mereka membacakan doa doa agar apa yang mereka cari atauilmu ynag mereka cari bias bermanfaat di kemudian hari, jaga mereka mendoakan agar di beri keselamatan baik untuk mereka sendiri atau pun kedua orang tuanya. Pada saat bersamaan pun sebagian dari mereka tidak mengikuti bacaan bacaan tersebut malah membuat keributan denga membuat menangis teman di dekatnya. Aku pun menghampiri orang yang berbuat nakal sementara ibu saadah menghampiri anak yang menangis dan bermaksud untuk menenangkannya supaya tidak menangis lagi, dan aku memisahkan anak tersebut karena anak tersebut terus saja menyerang anak perempuan. “ kenapa kamu nakal nak , dia kan perempuan sementara kamu laki laki jadi kamu tidak boleh nakal apalagi pada perempuan kamu mengerti nak “ aku berkata sambil mengusap kepala sambil duduk dan memeganginya takut dia menyerang kembali.
“Aku tidak mau sebangku sama dia dia nakal, aku pinjam pulpen saja tidak di beri pak guru” , jawab anak tersebut dengan manja.
“Ohhhhhhhh tapi kamu tidak boleh ye, sekarang kamu baikan sama dia ya”, jawab ku sambil menasihati dia.
Tiabalah saatnya kami para guru memberi pelajaran kepada muri murinya. Akan tetapi sebelumnya kami membagi kelas dulu karena ada yang sudah Sd dan yang belum masuk sekolah sama sekali mungkin umur mereka sekitar 3-5 tahun. Dan untuk anak anak di bawah SD adalah bagianku mentransfer ilmu.
Sebenarnya masalah agama aku tidak cukup pintar Karena aku sering melewatkan pelajaran pelajarn tersebut sewaktu aku duduk di MTs maupun di Aliyah. Dan aku kurang memperhatikan nya tapi itu sangat penting sekali karena pelajarantersebut di praktekan langsung dalam kehidupan aku baik secara pribadi maupun secara bermasyarakat. Aku sangat menyesal sekali . perasaan itu muncul ketika aku member pelajaran tentang keEsaan Tuhan dalam pelajaran akidah ahkak. Sementara apa yang aku ajarkan itu adalah dasar untuk mempelajari bacaan al quran.
Pada saat mengajar anak anak tersebut sangat tidak mudah, karena kita harus mempunyai ilmu komunikasi dan mesti tahu bagai mana menangani kenakalan anak anak tersebut. Benar saja saat aku menerangkan dengan kelebayan aku terhadap anak anak tersebut daan dengan senyuman yang selalu melebarkan bibirku pada anak anak tersebut masih saja ada beberapa anak yang hilir mudik kesana kemari tidak memperhatikan ku, sungguh membuat geram diriku akan tetapi mereka adalh seorang anak kecik yang belum tahu apa apa yang mereka tahu adalah bermain, dan melekukan apasaja yang membuat mereka senag tidak tahu salah atau benar membahayakan atau tidak. Tpi dengan sabar dan penuh senyuman aku menghampiri mereka yang bermain main saat pelajaran . sungguh ini adalah cobaan yang sangat berat yang mana aku harus menghadapi anak anak yang penuh imajinasi yang bertindak tanpa dipikirkan. Juga sangat aktif yang membuat kewalahan sekali. Akhirnya pelajaran pun tidak bias aku kasih Karena waktunya tersita oleh mereka yang bermain main.
Setelah memberikan pelajaran yang tidak kunjung selesai dari beberapa hari yang lalu, kini bagian membaca iqro. Suasananya pun seperti biasa ,mereka bebas melakukan apasaja sesuka mereka.ada yang membuat gaduh ruangan, teriak teriak tidak karuan, ada yang membaca iqra, atau diam seribu bahasa tanpa keluar satu kata pun dari mulut mungilnya yang merah merekah atau juga tangisan dari anak yang ditinggal ibunya juga ingin jajan. Keadaan ini terus berlangsung tanpa ada yang mau merelainya, yam au gimana lagi itulah tingkah mereka. Aku hanya bias melihat karena aku juga pernah dan melakukan hal yang sama saat aku masih kecil dulu.
Akhirnya suasanay ini akan berakhir juga. tibalah saat penghujung , mereka para murid disatukan seperti semula kembali. Doa doa dipanjatkan kembali. Sesudah itu sunyi lah ruangan yang tadi semraut dan gaduh tersebut. Sebelum mereka pulang tidak lupa mereka member salam dan seperti biasa mencium tangan para guru guru suatu bentuk penghormatan.
Sebelum aku meninggalkan tempat ini kami berkumpul. Dan aku tidak mengerti karena aku baru sebulan dan hari ini adalah tenggal 3. Sempat aku bertanya Tanya dalam hatikun
“aduh ada apa yeeeeee……….” , aku berbicara dalam hati dengan sedikit cemas.dari pembicaraan tersebut mengejutkan sekali, karena yang di bahas adalah hasil pendapatan bulah kemari yang akan di bagikan pada kami semua.
“ laporan hasil pendapatan bulan kemarin sekitar 320.000, kan di bagikan pada guru guru dan sisanya akan di pake buat uang kas jika nanti ada pengeluaran yang tak terduga atau kebutuhan lain” tugas guru pengelola keuangan.
“Bapak deni mungkin hanya seginni kami bisa menggaji bapak besar kecilnya mudah mudahan bermanfaat ye, ini bukan lah gaji melainkan uang buat jajan, karena kami tidak bisa menggaji sebagai mana selayaknya jadi mohon ini diterima”, kembali berkata sambil memberikan uang dan amplop berwarna putihnya padaku.
“Oh makasih bu, saya juga mengerti kok bu dengan keadaan ini.”membalas perkataan ibu sambil tertunduk kepala.
“Ya udah kalau mau pulang silahkan dan hati hati di jalan ya……”. Kembali ibu itu berkata sambil mendoakanku.
“ oh iya bu makasih banyak ya”, sambil memasukan uang yang aku terima ke dalam amlop.
Rasa senang yang pada akhirnya mendapat gaji juga walaupun tidak banyak atau tidak memenuhi standar untuk hidup, akan tetapi rasa bangga menghampiri hati ini karena kerja keras atas jasa yang telah aku berikan .dan dengan senyum yang lebar yang merekah di bibir ini dan menyimpan baik baik uang yang telah aku terima itu ke dalam tasku dengan tanpa melepaskan peganganku pada tas tersebut takut terjadi hal yang diinginkan aku menyebrang jalan besar. Hingga akhirnya aku menyusuri jalan yang berliku dan bertitik di sebuah jalan menuju pulang, kemudian aku menyebrang kembali sambil menunggu mobil jemputanku itu.setelah beberapa menit tibalah mobil yang aku tunggu, sembari memegang tas yang aku sayangi dan uang yang sangat berharga lebih dari nyawaku karena separuh hidup aku gantungkan pada jasa ini aku melangkah dan duduk diam di kursih yang sudah disediakan untukku.
Dilema ini
Hari yang akan cerah menyambut pagi yang indah namun mega masih diselimuti awan hitam yang mulaimemudar oleh cahaya matahari yang mulai tiba di sebelah timur. Namun ada sesuatu yang bising terdengar dalam telingaku ini, ibu yang aku sayangi dan galak memanggilku. “deni bangun ….”, sambil mengeraskan suara seakan menggemakan ruangan di rumah yang mungil ini. Akhirnya aku terbangun dengan agak sedikit mata yang masih kelihatan merapat .
“Ya bu ada apa………..”, aku menjawab.
“Tolong antarkan uang arisan ini ke bu wiwi,tapi duitnya kurang boleh minjam tidak”, ibu memberi perintah.
“Berapa kurangnya bu”, aku menjawab.
“25.000 ribu lagi”, jawabnya.
“Haaaaaah 25000, ohhh ya udah tar aku lihat ada tidak uangnya ya bu”,kaget sambil berpikir.
Setelah itu aku pergi ke kamar dan membuka tasku dan mengambil amplop putih berisi uang yang hanya 60.000 ribu saja.sambil berpikir kalau aku kasih 25.000 sisanya 35.000 ribusementara kebutuhan ku jau sekali dari jumlah itu. Rencananya aku mau beli bahan bahan sabun , karena aku akan mengumpulkan dan pada saatnya nanti aku akan berbisnnis sabun, terus sisanya aku pakai untuk uang ongkos. Selama ini ongkos aku sebagian minta dari orang tuaku, karena aku tidak punya duit buat ongkos.
Disisi lain aku harus membagi uang itu untuk ibu aku sendiri. Memang ini adalah sebuah pilihan yang sulit bagiku yang mana dengan gaji yang jauh dari cukup aku harus membagi dengan hal hal yang memang pentin. Aku adalah anak pertama oleh sebab itu beban kebutuhan keluarga yang kedua ada pada pundakku. Itu sebabnya ibuku minta bantuan walaupun tidak secara langsung yakni dengan cara meminjam, namun aku tau maksunya beliau adalah meminta.
Selama ini aku pergi mengajar hanya sewaktu aku punya onkos sajadan itu juga aku harus minta dari ibuku. Sementara ongkos yang aku perlukan pulang pergi sekitar 3 ribu jika di kalikan sebulan 30 hari maka ongkos yang aku perlukan sekitar 90 ribu. Namun gaji yang aku terima hanya 60 ribu dan aku harus membaginya dengan ibuku. Sungguh ini masalah yang sulit di pecahkan. Sambil berpikir dan memegang amplop putih aku melamun untuk memutuskannya.
Pada akhirnya aku harus mengalah dengan keadaan ini. Aku memberikan uang 25 ribu rupiah dan aku harus mengubur untuk pergi mengajar untuk satu minngu lebih juga menahan ambisiku menjadi pebisnis deterjen.
Langganan:
Postingan (Atom)