Kamis, 18 Maret 2021

Menyoalkan Tentang Banjir Yang Dianggap Selalu Jahat

Banjir yang terjadi akhir-akhir ini memang membuat pusing kepala, baik untuk para korban, pemerintah ataupun di headline news di media cetak, online ataupun berita langsung. Masalah banjir yang terjadi tentu ada sebab-musabab. Seperti dalam peribahasa, “tak ada semut kalau tak ada gula.” “Semut”-nya bukan hanya kerugian materi, tapi bisa sampai berujung hilangnya nyawa. Sungguh melelahkan, bukan?

Banjir yang terjadi pada musim hujan disebabkan bukan hanya karena curah hujan yang tinggi, namun bisa juga disebabkan karena faktor “x”, seperti banjir kiriman yang kerap datang tiba-tiba. Hal ini menyebabkan masyarakat waspada, sehingga pewartaan cuaca (hujan lebat, sedang, gerimis, atau mendung saja) menjadi perhatian khusus masyarakat agar selalu siaga menghadapi kemungkinan datangnya banjir. Baik banjir yang sanggup menenggelamkan seisi rumah, atau bahkan “hanya” genangan setinggi 30 cm?

         Ada ”banjir”, ada “genangan”, lalu apa beda antara keduanya? Bukankah sama-sama air? Agar tidak terjebak dengan kedua istilah yang serupa tapi tak sama dan sering menjadi bahan rundungan netizen –iya, nih, soalnya ada yang pernah nyama-nyamain banjir dengan genangan! – kita harus tahu dulu apa perbedaan “banjir” dan “genangan”, agar tidak blunder saat berkomentar di media sosial (ciye, penting banget, sih, komen di sosmed). 

        Merujuk pada KBBI online,bahwa banjir dapat diartikan “berair banyak dan deras, kadang-kadang meluap (tentang kali dan sebagainya)”. Banjir juga didefinisikan “tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air yang melebihi kapasitas pembuangan air di suatu wilayah dan menimbulkan kerugian fisik, sosial dan ekonomi” (Rahayu dkk.;2009)

    Apa yang menyebabkan terjadinya banjir? Banjir dapat terjadi akibat turunnya hujan dengan frekuensi yang cukup tinggi atau curah hujan yang deras dan turun selama berhari-hari. Selain hujan, terjadinya banjir bisa disebabkan beberpa faktor seperti: erosi tanah yang menyisakan bebatuan sehingga air hujan terperangkap di permukaan tanah lalu tidak terserap ke dalam tanah, buruknya penanganan sampah yang menyumbat aliran sungai, pembangunan permukiman, jalanan, rusaknya bendungan dan saluran air, sehingga daya serap tanah berkurang.

        Oke, sekarang kita tahu apa saja yang menyebabkan terjadinya banjir. Lalu, apa saja dampak dari terjadinya banjir? Banyak! Mulai dari kerugian material berupa rusak maupun hilangnya benda dan perabot yang digunakan sehari-hari –bahkan rusaknya kendaraan–, macetnya roda ekonomi, rusaknya lahan pertanian yang menyebabkan gagal panen dan berkurangnya penghasilan, dan dari segi lingkungan, banjir dapat menyebabkan terganggunya ekosistem, Serta yang tak kalah merugikannya, rusak atau hilangnya dokumen-dokumen penting dan surat berharga, baik milik perorangan maupun pemerintah maupun sarana dan prasarana publik yang rusak, menjadi beberapa hal yang muncul akibat banjir.

Meski begitu, banjir tidak melulu mendatangkan kerugian. Bak dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan, ada juga sisi negatif akibat banjir, antara lain: 

1. Membangun Kesadaran Akan Pentingnya Manajemen Sampah.

Tak dapat dipungkiri, masalah terbesar terjadinya banjir adalah sampah. Dengan rutinnya banjir yang menyapa warga, diharapkan muncul kesadaran bahwa sampah harus ditangani dengan baik dan benar. Bukan hanya “cara membuang sampah” dengan baik dan benar, namun juga memanfaatkan sampah sehingga memiliki manfaat (dan nilai ekonomis) serta mulai mengurangi sampah. Selain meminimalisir risiko banjir, dengan penataan sampah yang baik tentu lingkungan akan menjadi semakin bersih dan sehat sehingga kawasan tempat tinggal menjadi lingkungan yang nyaman.

 

2. Tata Kota Lebih Baik

Selain menjadikan lingkungan terjaga dari banjir, bersih dan nyaman, dengan manajemen sampah yang baik maka akan tercipta tata kota yang baik pula, sehingga sesuai amdal dan SOP lingkungan karena ini sangat penting sekali.

3. Rajin Bersih-Bersih

Kebiasaan baik kadang harus dipaksakan. Dengan adanya banjir, masyarakat “terpaksa” membersihkan sisa-sisa lumpur maupun membersihkan barang-barang yang kotor akibat banjir. Awalnya terpaksa, kemudian biasa, lama-kelamaan jadi budaya. Budaya bersih-bersih? Keren, kan!?

Kira-kira begitulah sebab-musabab banjir, dampak negatif dari banjir serta sisi positifnya. Namun apa yang saya bicarakan di atas hanya menjadi wacana belaka kalau kita tidak sama-sama menjalankannya. Ingat, meski hanya karena perbuatan satu-dua orang, banjir berdampak terhadap banyak orang, bahkan dapat dirasakan dalam satu wilayah tertentu yang jangkauannya cukup luas. Mari ubah mindset dan menjadikan banjir sebagai ibroh agar kita semua senantiasa menjaga lingkungan. Jangan jadikan banjir langganan, cukup jadikan kenangan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar